Oleh dr. Basra Ahmad Amru dan dr. Deasy Nediyanti, Sp.A
SAAT ini penyakit polio sedang menjadi wabah di Aceh. Diperlukan komunikasi efektif bagaimana menjelaskan ihwal penyakit ini secara sederhana dan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Pada berbagai sesi diskusi dengan masyarakat, harus diakui banyak tenaga kesehatan yang merasa agak kesulitan menjelaskan berbahayanya penyakit polio ini bagi anak. Masa inkubasi, eradikasi, cornu anterior, acute flaccid paralysis (AFP), NOPV2, VDVP dan masih banyak sekali istilah asing yang digunakan.
Hal ini membuat komunikasi dengan kader kesehatan dan masyarakat menjadi sulit. Padahal, penyakit ini sangat berbahaya. Penting sekali masyarakat Aceh untuk tahu bagaimana pencegahannya.
Penulis teringat satu materi perkuliahan terkait Komunikasi Antar Pribadi (KAP) terkait theatre of mind. Hal ini misalnya mengacu pada bagaimana seorang penyiar radio mencoba memberikan gambaran dan perumpamaan kepada pendengar agar lebih mudah dipahami.
Sebelum lebih jauh, penulis coba gambarkan secara sederhana bagaimana virus polio bisa mengakibatkan anak lumpuh mendadak. Di sini juga dilampirkan ilustrasi gambaran sederhana sebagai pendamping tulisan ini.
Tubuh manusia dapat digerakkan karena otot-otot di tubuh kita terhubung dengan otak melalui saraf-saraf seperti kabel listrik yang tersebar di seluruh tubuh. Tugas saraf/ kabel listrik ini adalah mengirimkan pesan ke otot-otot sesuai apa yang kita pikirkan di otak.
Ketika kita berpikir untuk mengangkat kaki, maka otak kita akan mengirimkan pesan melalui kabel listrik atau saraf tadi ke otot paha dan betis kita untuk bekerja. Sehingga otot tadi mampu menggerakkan tulang-tulang di kaki dan pada akhirnya kaki kita bergerak. Singkatnya seperti itu.
Lalu, bagaimana virus polio mengakibatkan anak dapat lumpuh mendadak? Bahkan, dapat membahayakan jiwa.
Virus tersebut masuk dari mulut anak kita.. Berjalan ke usus. Berusaha masuk ke dalam darah dan dengan cepatnya mencari cara masuk ke saraf untuk merusaknya.
Karena merusak saraf, virus polio akan mengganggu aliran kabel listrik (saraf) tadi yang tugasnya menyampaikan pesan dari otak ke otot-otot.
Kalau yang diserang jaringan kabel listrik (saraf) menuju otot di paha dan betis? Maka terhalanglah pesan yang perlu disampaikan otak ke otot tersebut, sehingga otot tidak akan bekerja untuk menggerakan tulang. Kondisi inilah yang disebut lumpuh.
Kalau yang diserang kabel listrik (saraf) menuju otot pernapasan? Anak kita akan tidak dapat bernafas spontan. Hal ini karena otot pernapasannya tidak mendapat pesan untuk mengembang dan mengempiskan dada sebagai upaya pertukaran udara di paru.
Kalau sudah tidak bisa bernapas, singkatnya bisa mengakibatkan kematian!
Lalu, kalau kabel listrik/saraf kita tadi sudah dirusak oleh virus polio, apakah bisa kita perbaiki?
Untuk soal ini penulis teringat kejadian beberapa minggu lalu. Kabel listrik “cas-an” (charger) atau pengisi daya baterai handphone penulis rusak. Penulis mencoba membawanya ke toko servis untuk minta diperbaiki. “Ini harus diganti,” kata tukang servis tersebut.
Apakah kabel-kabel (saraf) dalam tubuh kita bisa diganti layaknya kabel handphone penulis?
“Pendekar” menjaga kesehatan tubuh
Ternyata, teknologi kedokteran di dunia manapun saat ini belum bisa mengganti ‘kabel listrik’ berupa saraf di tubuh kita!
Berarti kalau terkena penyakit polio tidak ada obatnya? Betul, anak yang terkena polio dapat lumpuh permanen atau bahkan menyebabkan kematian karena lumpuhnya otot pernafasan tadi.
Lalu kalau tidak ada obatnya, Apa ada cara mencegahnya?
Upaya pencegahan terbaik dan paling cepat saat ini yang dapat dilakukan adalah memberikan tetes manis polio. Kenapa begitu?
Tuhan sudah mengkaruniai anak kita dengan “pendekar” untuk menjaga kesehatan tubuh. “Pendekar” ini mesti latihan agar semakin jago. Apa ada “pendekar” yang bisa jadi jago tanpa latihan?
Tetes manis polio ini akan melatih “pendekar” imun anak kita. Cukup 2 (dua) tetes saja melalui mulut. Hanya dengan dua tetes, “pendekar” imun Anak kita punya jurus maut melawan virus polio yang saat ini sedang menyebar di Aceh.
Bayangkan bila “pendekar” imun anak kita tidak terlatih dan bertemu lawan tanding virus polio yang berbahaya ini di Aceh? “Pendekar” bisa kalah, anak lumpuh.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan kita bisa selalu melindungi anak-anak Aceh dari penyakit berbahaya seperti polio. Dua tetes manis untuk anak Aceh yang kebal terhadap penyakit polio. (Lihat info lainnya terkait polio di Aceh pada link polioaceh.id).*
Penulis dr. Basra Ahmad Amru adalah tim pendukung Komunikasi UNICEF untuk Wabah Polio di Aceh dan dr. Deasy Nediyanti, Sp.A ialah dokter spesialis anak di Aceh Timur.
Komentar