KOTA BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) -Pendidikan militer bagi siswa nakal yang digulirkan Gubenur Jabar Dedi Mulyadi (KDM) dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Menurut Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono, pendidikan militer ala KDM tersebut merupakan program Gubernur Jabar yang belum ditemukan regulasinya dalam konstruksi peraturan perunang-undangan di Indonesia.
“Konstruksi peraturan perundang-undangan tidak ada berbicara perserta didik yang berkebutuhan khusus masuk ke militer,” tegas Ono, Kamis (15/5/2025).
Kata Ono, program KDM itu hanya berdasarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar yang memberikan pembinaan khusus bagi siswa nakal setelah mendapatkan persetujuan orang tua melalui pola kerja sama antara Pemprov Jabar, pemerintah kab/kota dengan jajaran TNI/Polri. Hal tersebut menurut Ono, siswa nakal tidak perlu dimasukkan ke barak militer.
“Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sudah mengatur, ada namanya pendidikan khusus, di mana pendidikan khusus itu bisa formal seperti Sekolah Luar Biasa (SLB) yang memang menjadi kewajiban seorang gubernur,” sebutnya.
Sementara proram tersebut sudah dianggarkan sebesar Rp6 miliar yang belum diketahui sumbernya. Begitu pun kata Ono, program itu tidak masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jabar, yang merukan penjabaran visi dan misi Dedi Mulyadi.
“Belum ada kegiatan itu, dan ini kami belum membahas RPJMD yang merupakan penjabaran visi dan misi Gubernur KDM. Jadi, kami ini belum membahas secara detail program KDM yang sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ono.
Berdasarkan Pasal 25 UU Nomor 25 Tahun 2004 dan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, semua program dan anggaran daerah harus selaras dengan RPJMD. Program yang dianggarkan di luar RPJMD tidak memiliki dasar hukum perencanaan, sehingga berpotensi melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Anggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan anggaran, yang dapat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Jika terbukti, kepala daerah (gubernur) dapat dikenakan sanksi administrasi atau bahkan pidana korupsi jika ada indikasi kerugian negara.
Anggaran program harus masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang disusun berdasarkan RPJMD. Jika program ini menggunakan dana di luar APBD misalnya, dana taktis atau sumber tidak resmi, hal tersebut bisa melanggar UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Konsekuensinya, potensi temuan BPK berupa belanja tidak sah, yang dapat mengarah pada sanksi pengembalian dana atau proses hukum.
Lebih jauh Ketua DPD PDI Perjuangan ini melanjutkan, DPRD Jabar juga tidak pernah dilibatkan dalam program pendidikan militer ala KDM tersebut. Sedangkan program itu secara resmi dijalankan pada 2 Mei 2025, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional di Detasemen Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
“H-3 sebelum program ini diresmikan, Disdik Jabar secara gamblang belum bisa menjelaskan. Ternyata tiga hari kemudian sudah lauching. Kami terkaget-kaget. Mungkin dalam pekan ini kami akan memanggil Disdik,” pungkasnya.***
Komentar