KOTA BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) – Forum Komunikasi Dekan FISIP/Ketua STISIP PTS se Indonesia (FK-DKISIP) bekerjasama dengan FISIP Universitas Langlangbuana (Unla) dan FISIP Universitas Sangga Buana menyelengarakan Seminar Nasional XXII bertema “Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada Serentak Nasional” pada Kamis, 27 Februari 2025. Acara seminar digelar secara hybrid, luring di Wisma Buana Unla, Jl. Karapitan No.116, Kota Bandung, dan secara daring melalui zoom meeting.
Acara Seminar Nasional FK-DKISIP ke-22 ini dipandu Dr. Rafih Sri Wulandari, SIP.,M.Si. (Dosen Tetap FISIP UNLA) dan menghadirkan narasumber Dr. Usman Pakasi, M.Si. (Dekan FISIP Universitas Yapis Jayapura, Papua), Dr. Gede Wirata, S.Sos., SH., MPA. (Dekan FISIP Universitas Ngurah Rai, Denpasar tahun 2014-2018, 2018-2022/Warek 3), Dr. Apris Ara Tilome, S.Ag., M.Si. (Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Gorontalo), dan Assoc Prof Dr. Kasmanto Rinaldi, S H., M.Si. (Dekan FISIPOL Universitas Islam Riau/Kriminolog).
Kegiatan dibuka dengan sambutan-sambutan, dari Ketua Panitia Pelaksana Seminar Nasional, Dr. Lisdawati, Dra., M.Si. (Dekan FISIP Unla), Dr. Tatang Sudrajat, Drs., SIP., M.Si. (Sekjen FK-DKISIP), sambutan Rektor Universitas Langlangbuana yang disampaikan oleh Wakil Rektor II Unla, Dr. Hadi Purnomo, S.H., M.H., dan diakhiri sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat FK-DKISIP, Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, MA yang sekaligus membuka kegiatan seminar ini.
Menurut Dekan FISIP Unla, Lisdawati, forum ilmiah ini dihadiri sekitar 295 anggota dari berbagai kampus di seluruh Indonesia, baik secara luring maupun daring. “Terima kasih atas kepercayaan menunjuk Unla sebagai tuan rumah Seminar Nasional ke-22 FK-DKISIP kali ini,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal FK-DKISIP, Tatang Sudrajat mengatakan, dalam kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, rencananya FK-DKISIP bakal memantau di 31 provinsi, namun karena ada beberapa anggota tidak bersedia, hanya dapat dilaksanakan di 18 provinsi di seluruh Indonesia. “Meski hanya 18 provinsi, FK-DKISIP memberikan apresiasi kepada 11 dekan dan mantan dekan yang dipercaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai panelis atau perumus,” kata Tatang, yang juga didapuk sebagai Koordinator Nasional Pemantauan Pilkada Gubernur di FK-DKISIP.
Ketua Umum Pengurus Pusat FK-DKISIP, Samugyo Ibnu Redjo, menjelaskan bahwa sebenarnya sudah lebih dari 22 seminar yang diadakan sejak FK-DKISIP berdiri pada Juli 2020. “Karena bukan hanya seminar nasional, kita juga menggelar seminar internasional, di antaranya yang belum lama ini berlangsung di Bali, Semarang, dan Surabaya,” tuturnya.
Hasil pemantauan Samugyo, Pilkada yang dilakukan sekarang ini bisa disebut “demokrasi kebablasan” sehingga perlu evaluasi menyeluruh. Mulai dari masalah tingginya biaya menjadi kepala daerah hingga partai politik (parpol) yang berbisnis layaknya PT (Perseroan Terbatas). “Parpol itu jadi seperti PT berbisnis dan jadi ladang kekuasaan, jauh dari idealisme partai. Jika seseorang mau mencalonkan diri menjadi kepala daerah, biayanya terlalu besar dan boros. Rata-rata meminta biaya 20-50 Miliar. Bahkan untuk DKI dan pilkada di Pulau Jawa jumlahnya mencapai 50-100 Miliar,” bebernya.
Samugyo mengungkapkan, bagi calon kepala daerah yang hendak maju saat ini, harus punya banyak uang. Untuk yang tidak memilikinya, akhirnya akan berhutang kepada oligarki pengusaha. “Tentunya, para pengusaha tidak mau rugi dan bakal menekan. Akhirnya, jika terpilih menjadi kepala daerah bakal tersandera kebijakannya. Buat satu pasal saja, seperti dalam perwal dan perda pastinya akan berhitung untung rugi. Tersandera kebijakannya oleh parpol,” imbuhnya.
Evaluasi Pilkada Serentak di Berbagai Daerah
Beberapa isu menarik dalam seminar nasional ini dilontarkan para narasumber, diantaranya tentang verifikasi faktual, penentuan peserta pemilih, indikasi kecurangan, politik uang, kampanye hitam, manipulasi surat suara, partisipasi masyarakat yang rendah, beban kerja berlebih untuk petugas TPS serta saksi, dan korban pemungutan suara ulang.
Dekan FISIP Universitas Yapis Jayapura Papua, Usman Pakasi menuturkan beberapa permasalah pilkada serentak di Papua, seperti kendala geografis, kendala logistik, hasil pemilu, dan juga pengawasan. “Akibat kendala-kendala tersebut, banyak petugas TPS yang tidak melakukan sumpah dan janji, tidak memberikan penyuluhan kepada pemilih, TPS yang digunakan tidak memenuhi standar, dan TPS yang jauh dari lokasi rumah sehingga partisipasi masyarakat untuk memilih menjadi rendah. Selain itu, ada indikasi ASN dan aparat mendukung calon tertentu, juga kampanye hitam untuk lawan politik berkaitan dengan SARA,” ujar Usman.
Berkaitan dengan partisipasi pemilih, Gede Wirata memperkuat pernyataan Usman, bahwa partisipasi pemilih di Provinsi Bali juga rendah. “Partisipasi pemilih di Bali sebesar 71,92%, masih berada di bawah target nasional 75%. Tertinggi di Tabanan 82,75% dan terendah di Denpasar sebesar 59,55%,” tambahnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Apris Ara Tilome menyoroti keadaan kesehatan petugas TPS, termasuk mereka yang meningal dunia. “Ibaratnya pemilu serentak, mati serentak”, banyak yang berpikir bahwa ekonomi lebih berharga dari nyawa manusia. Nyatanya, selain petugas TPS, saksi juga banyak yang sakit dan meninggal, karena lelah, kurang persiapan kesehatan, beban kerja berlebih, dan faktor usia. Selain itu, jerih payah saksi juga tidak dibayar,” kata Apris.
Apris merekomendasikan untuk hentikan pemilu serentak, demi nyawa manusia. Ia juga memberikan solusi, yaitu pemisahan pemilu dalam beberapa tahap, peningkatan kesejahteraan bagi para petugas TPS, dan melaksanakan e-voting. Selanjutnya, pemerintah harus membatasi pendirian partai politik dan membubarkan partai politik yang tidak memenuhi ambang batas.
Narasumber lainnya, Dekan FISIPOL Universitas Islam Riau/Kriminolog, Kasmanto Rinaldi menjelaskan penyelenggaraan pilkada serentak nasional dalam perspektif kriminologi. Ia mengurai kompleksitas kejahatan dalam pilkada menjadi tiga bagian, pertama kejahatan sistemik berupa kelemahan sistem dan regulasi yang memungkinkan terjadinya pelanggaran dalam pilkada. Kedua, kejahatan individu sebuah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh individu, seperti pemilih yang menjual suaranya, dan terakhir, kejahatan terstruktur yaitu jaringan mafia politik yang terkoordinir dengan rapi untuk melakukan kecurang sistemik.
Menurut Kasmanto, yang harus dilakukan adalah penguatan regulasi, peningkatan transparansi, penguatan penegakan hukum, dan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengawal integritas pilkada.
Usai para narasumber menyampaikan paparannya, dilanjutkan sesi pembahasan, diskusi dan tanya jawab dengan pembahas Prof. Dr. Tati Sarihati, Dra., M.Si. (Dosen tetap Program Doktor Ilmu Pemerintahan UNLA) dan Assoc. Prof. Dr. Dewi Kurniasih, SIP., M.Si. (Dekan FISIP Unikom).
Dalam acara, Ketua Umum FK-DKISIP, memberikan piagam penghargaan kepada Rektor dan Dekan FISIP Unla, serta piagam penghargaan kepada Perwakilan Anggota Pemantau dan perwakilan Ketua Pengurus Pemantau Provinsi.
Harapannya, Seminar Nasional XXII ini dapat menghasilkan solusi konkret untuk perbaikan penyelenggaraan Pilkada di masa depan.
Pelantikan Pengurus Pusat dan Tamu dari Australia
Dalam rangkaian kegiatan yang digelar FK-DKISIP pada Kamis (27/2/2025) di Kampus Unla, selain seminar nasional tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada Serentak juga dilaksanakan acara Pengangkatan Pengurus Pusat FK-DKISIP Periode 2024-2028, Rakernas, dan penerimaan tamu dari Australia.
Pelantikan Pengurus Pusat FK-DKISIP dan Rakernas secara offline dan online ini diharapkan menjadi konsolidasi Pengurus Pusat FK-DKISIP untuk turut membangun pendidikan tinggi yang lebih berkualitas. Sedangkan kegiatan Rakernas fokus untuk membahas program kerja Pengurus Pusat FK-DKISIP masa tugas 2024-2028.
Pada akhir kegiatan, Pengurus Pusat FK-DKISIP menerima kunjungan tamu dari CEO Check IT Labs, Mr. Tihomir Kascelan beserta rombongan. Sambutan dan perkenalan dilakukan kedua belah pihak untuk dapat menjalin kerjasama dan sinergitas kedepan. (NA)***
Komentar