EKONOM terkenal almarhum Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo pernah memprediksi bahwa pada tahun 2000 Pulau Jawa menjadi “Pulau Kota”.
Perkiraan tersebut sudah menjadi kenyataan. Bahkan pada tahun 2023 ini, Pulau Jawa bukan sekadar menjadi Pulau Kota, tapi sudah menjadi “Pulau Metropolitan”.
Ibu kota negara, Jakarta, sudah berubah menjadi megapolitan. Daerah Khusus Ibu Kota berpenduduk sekitar 12 juta jiwa itu, warganya mempunyai jutaan mobil dan sepeda motor.
Ditambah kehadiran ratusan ribu mobil dan sepeda motor dari wilayah sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), setiap hari Jakarta dilanda kemacetan.
Jika Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran tiba, Jakarta menjadi lengang. Kemacetan pun bergeser ke kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Kepadatan arus mudik dan arus balik Lebaran mewarnai kota-kota besar di Pulau Jawa. Kehadiran Jalan Tol Trans Jawa cukup menolong atau mengurangi kepadatan di jalan-jalan raya lama (non-tol), tapi pada gilirannya ratusan atau bahkan jutaan mobil dan motor itu sampai juga ke lingkungan perkotaan dan pedesaan.
Selama periode libur Lebaran, banyak rumah di desa-desa yang kedatangan mobil-mobil (baru) dari Jakarta dan kota besar lainnya. Termasuk yang datang dari luar Pulau Jawa.
Penulis menyaksikan betapa kepadatan arus lalu lintas sudah bergeser atau berpindah ke jalan-jalan alternatif kecamatan dan desa. Pulau Jawa benar-benar sudah berubah menjadi “Pulau Metropolitan”.
Solusi jalur fungsional tol
Jajaran Kementerian Perhubungan dan Kepolisian RI menjadi sangat sibuk menjelang, saat, dan pasca-arus mudik yang lazim disebut sebagai arus balik.
Mereka pasti kerja keras dan putar otak untuk mengatasi kemacetan. Salah satu caranya adalah membuka jalur fungsional tol (jalan tol yang sedang dalam pengerjaan atau proses penyelesaian).
Jalur fungsional itu mungkin hanya beberapa kilometer panjangnya. Namun cukup efektif untuk mengurangi kemacetan di jalan raya.
Alhamdulillah penulis mengalami sendiri dan memetik manfaat adanya jalur fungsional itu. Hari Senin 24 April 2023 lalu penulis dan keluarga melewat jalur fungsional tol Yogyakarta-Solo.
Siang itu kami datang dari arah jalan raya Grobogan-Solo. Dengan tujuan Kabupaten Klaten, kami tidak perlu masuk Kota Solo. Kami langsung masuk Tol Trans Jawa via pintu gerbang Kartosuro.
Dari gerbang tol Kartosuro itu kami tidak perlu masuk berlama-lama di jalan raya Solo-Semarang atau Solo-Yogya yang macet. Minimal padat merayap.
Kami segera beralih ke jalur fungsional tol Yogyakarta-Solo sejauh 6 kilometer dan keluar di Desa Sawit, wilayah dekat perbatasan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali.
Di ujung jalur fungsional, kami tidak memilih untuk masuk jalan raya Delanggu-Klaten-Yogya yang sedang macet atau padat merayap. Kami memilih jalur perkampungan atau jalur antardesa dan antarkecamatan yang sudah beraspal.
Sepanjang perjalanan sekitar 20an kilometer (ke daerah yang dituju di daerah Klaten), tampak nyata bahwa kepadatan arus lalu lintas sudah bergeser ke pedesaan. Ini relevan dengan prediksi Prof. Sumitro bahwa Pulau Jawa sudah menjadi Pulau Kota.
Khusus untuk wilayah Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang), kini pemerintah sedang sibuk menyelesaikan pembangunan jalan tol yang mengubungkan ketiga daerah itu.
Pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo sepanjang lebih kurang 50 kilometer saat ini baru mencapai sekitar 27 persen. Pembangunan jalan tol yang dapat mengurangi kepadatan arus lalu lintas Yogyakarta-Solo ini dijadwalkan selesai pertengahan tahun 2024 mendatang. (Widodo A, TuguBandung.id)***