JIKA di Kota Yogyakarta ada masjid sangat terkenal yakni Jogokariyan, maka di Kabupaten Sragen juga ada masjid yang popular yakni Masjid Raya Al-Falah.
Mereka bukan bermaksud berebut popularitas. Tapi proses belajar-mengajar manajemen kedua masjid tersebut memang ibarat “kakak beradik”. Jogokariyan berperan sebagai kakak (pembina) dan Al-Falah sebagai adik yang siap meniru langkah positif dan sukses kakaknya.
Al-Falah menerapkan moto “Dari Masjid Kita Bangkit”. Slogan ini diperasionalkan melalui program-progam nyata sehingga umat Islam khususnya yang menjadi jamaahnya menjadi makmur.
Seperti Jogokariyan, Al-Falah juga menerapkan tekad tidak menyimpan dan membesarkan sisa kas masjid. Pengurusnya lebih memilih kondisi kasnya “nol rupiah”.
Tujuan kas “0 Rupiah” itu justru minimal mengandung tujuan begini:
Semua dana segera disalurkan untuk program-program yang mampu memakmurkan jamaah. Selanjutnya, jika masih kurang dana untuk mewujudkan program yang telah dicanangkan, maka jamaah aktif maupun umat Islam diimbau untuk segera berinfak.
Masjid Al-Falah memang berlokasi di jalan protokol Kota Sragen: Jalan Sukowati. Dengan demikian jamaahnya selain yang selalu aktif meramaikan masjid, juga umat Islam yang sedang melewati jalan besar itu.
Badan Usaha Milik Masjid (BUMM)
Cobalah pembaca simak beragam langkah DKM Al-Falah yang memakmurkan para jamaahnya. Saat TuguBandung.id mampir untuk salat di masjid ini, belasan ibu-ibu sedang sibuk memasak untuk 700 porsi makan buka puasa Ramadan.
Ibu-ibu yang merupakan relawan itu malam harinya juga memasak nasi untuk makan sahur jamaah. Jumlahnya juga ratusan porsi atau bungkus sehingga untuk buka dan sahur bisa mencapai 2.000 porsi.
Penyediaan makan untuk buka itu juga rutin untuk puasa sunah Senin dan Kamis. (Khazahahmasjid.com, 21/6/2021)
Jamaah masjid ini juga tidak perlu risau jika sedang haus. Sebab pengurus telah selalu nenyediakan minuman gratis.
Untuk mengelola Masjid Al-Falah seluas 1.100 meter2 di atas lahan 5.150 meter2 ini, DKM mempunyai 30 orang karyawan yang semuanya digaji.
Para karyawan itu –plus para jamaah yang mau– juga berperan sebagai relawann bersih-bersih masjid di daerah Sragen.
Pengelolaan Al-Falah memang dikemas sebagai Badan Usaha Milik Masjid (BUMM). Dengan demikian –apalagi DKM Jogokariyan sebagai pembinanya– maka nilai dan prinsip profesionalitas diterapkan di masjid yang bisa menampung 2.000 jamaah ini.
Gambaran profesionalitas itu juga tercermin dari program memberi hadiah gratis –umrah dan pemberian sepeda motor– bagi jamaah yang paling aktif salat tarawih dan salat Subuh berjamaah.
Di masjid yang resmi berdiri tahun 1956 ini juga tersedia beberapa kamar penginapan dan parfum gratis. Tapi “kenyamanan” ini diharapkan juga ditukar dengan sikap sopan dan rendah hati para jamaah.
Mereka yang masuk masjid Al-Falah dengan hanya memakai kaos, dipersilakan untuk lebih dulu ganti baju koko yang telah disediakan oleh pengurus.
Seorang warga Kota Solo, Wirawan, menyatakan terkesan dengan pelayanan DKM Al-Falah. Suatu saat dia dan keluarga mampir ke masjid ini untuk salat Jumat. Dia berniat makan siang di halamannya sebelum salat Jumat, ternyata diberlakukan tanpa biaya alias gratis. Padahal dia sudah siap untuk membayar. (Widodo A, TuguBandung.id)***