TASIKMALAYA, (TUGU BANDUNG).- Kasus yang menggegerkan Kota Tasikmalaya, mengenai ditangkapnya pejabat teras Pemkot Tasikmalaya, dugaan menggunakan sabu-sabu oleh Polda Jabar. Aktivis mahasiswa menyoroti perihal status hukumnya.
Pejabat berinisial AA yang menduduki jabatan Kepala Bappelitbangda Kota Tasikmalaya itu ditangkap setelah sebelumnya menangkap salah satu karyawan non PNS, AL (45) yang ditangkap pada Sabtu (11/3/2023).
Aktivis Mahasiswa Kota Tasikmalaya, Ardiana Nugraha menyebut, Penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan obat-obat terlarang) adalah kejahatan Internasional dan termasuk kedalam ektra ordinary crime.
Bangsa Indonesia pada umumnya sekaligus masyarakat Kota Tasikmalaya pada khususnya, dibuat tercengang atas pemberitaan bahwa ada salah satu ASN yang menjabat sebagai Kepala Bapelitbangda di Kota Tasikmalaya terjerat kasus narkotika.
“Kami menganggap bahwa kronologi atau dasar penangkapannya ini masih bias dan tidak jelas. Sehingga membuat kita sebagai mahasiswa yang senantiasa dituntut kritis musti berpikir keras. terutama pada penyidikan yang dilakukan oleh Polda Jabar,” katanya, Jumat (17/3/2023).
Ia menyebut, bahwa atas kasus penyelagunaan narkoba yang menggegerkan warga Kota Tasikmalaya ini, pihaknya siap mengawal sampai kasus tersebut jelas dan tuntas.
“Kami mahasiswa Kota Tasikmalaya siap mengawal kasus ini sampai bisa diusut tuntas. Dan jangan sampai ada pertanyaan dibenak kami mengenai kasus ini. Kenapa bisa bias,” ujarnya.
“Kami berharap Polda Jabar mampu secepatnya melakukan penulusuran keterangan lebih lanjut sampai ke akar-akarnya, memproses seperti dari mana yang bersangkutan bisa mendapatkan barang tersebut,” sambungnya.
Selain itu, pihaknya juga mendesak kasus ini agar menjadi perhatian kepolisian. Sehingga tidak menjadikan kekecewaan warga ketika kasus yang melibatkan pejabat ini bias.
“Kami juga mendesak pihak kepolisian untuk bisa menjaga marwah, integritas dan profesionalitas institusinya. Jangan hanya menyuruh pihak yang bersangkutan untuk melakukan rehabilitasi sedangkan proses hukum seolah tidak prioritas,” ujarnya.
Pertanyaanya, lanjut Ardiana, kemudian apa kepentingan Polda Jabar jika hanya menangkap kemudian dilepas dan menyuruh untuk direhabilitasi.
“Karena setahu kami mahasiswa bahwa Polisi itu menegakkan hukum, bukan hanya menyuruh rehabilitasi,” tandasnya.
“Kami berharap hukum ini tegak seadil-adilnya jangan dibeda-bedakan ketika menangkap masyarakat sipil dan aparatur pemerintah apalagi sampai ada privilege, intinya jangan sampai ada dusta diantara kita. Apalagi jika memang sudah terbukti,” tambahnya.
Pihaknya juga mendesak Muspida untuk melakukan tes urine atau sejenisnya secara massal kepada seluruh aparatur pemerintah. Baik eksekutif, legislatif maupun aparat penegak hukum.
“Kami juga mendesak kepada Muspida untuk melakulan tes urine kepada seluruh aparatur pemerintah, termasuk penegak hukum,” katanya.
Karena sangat tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada banyak orang ditiap intansi pemerintah yang mengonsumsi narkoba,” ujarnya.
Penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Jabar menurut keterangan Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo, penangkapan terhadap Kepala Bappelitbangda Kota Tasikmalaya, hasil pengembangan keterangan dari AL. Saat dilakukan pemeriksaan, AL pernah diajak menggunakan sabu-sabu oleh AA.
Kemudian petugas melakukan klarifikasi terhadap AA terkait keterangan yang diperoleh dari AL. Hasil klarifikasi tersebut AA mengakui keterangan AL tersebut.
Pada pemeriksaan tersebut AA langsung dilakukan tes urine oleh penyidik dan dari hasil tes itu AA ternyata positif menggunakan narkoba jenis methamphetamine atau sabu-sabu.
Hasil dari gelar perkara dari pemeriksaan itu petugas tidak menemukan barang bukti narkoba atau sabu-sabu. Sehingga polisi tidak melalukan penahanan dan menyarankan agar menjalani rehabilitasi.***