KOTA BANDUNG (TUGUBANDUNG.ID) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat mendorong pemerintah provinsi membuat Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk Masjid Raya Al Jabbar.
Hal itu dikarenakan mahalnya biaya perawatan yang mencapai miliaran rupiah.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, mengungkapkan anggaran untuk perawatan masjid raya milik provinsi ini dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
“Tapi tentunya evaluasi saya soal pembiayaan pemeliharaan yang perbulan Rp42 miliar. Ini kan sangat membebani APBD yang di sisi lain kita harus fokus ke prioritas pembangunan infrastruktur, ruang kelas baru masalah pangan dan lain sebagainnya,” ujar Ono, Rabu (5/2/2025).
Dengan kondisi ini, Ono mengusulkan agar pemerintah provinsi membuat BLUD agar pengelolaan bisa dilakukan secara mandiri.
Terlebih nantinya bisa dijadikan sebagai objek wisata religi andalan Jawa Barat.
“Sehingga ke depan menurut saya, al jabbar di BLUD saja. Biar mereka secara mandiri mengelola Al Jabbar sebagai tempat ibadah, sebagai wisata religi dan bisa membangkitkan UMKM di wilayah sekitarnya. Jangan lagi membebankan APBD Jabar,” jelasnya.
Di luar usulan BLUD, Ono turut mengkritik masa kepemimpinan Ridwan Kamil yang saat itu membangun Masjid Raya Al Jabbar.
Menurutnya, saat RK hanya bisa membangun infrastruktur yang ikonik, namun tidak mampu memperhitungkan perawatannya.
“Catatan saya bahwa pemerintahan Ridwan Kamil itu hanya mampu membangun bangunan yang ikonik, yang megah yang wah tapi belum sampai pada wilayah bagaimana pemeliharaan, bagaimana pengelolaan,” katanya.
Kondisi ini, dirasakannya sangat tidak adil untuk masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat lainnya dari program-program pemerintah provinsi.
“Tidak fair juga bagi rakyat jika APBD terus menerus dialokasikan ke Al Jabbar dan bangunan lain yang ikonik itu. Masih banyak rutilahu yang belum terurus, jalan yang masih rusak, sekolah yang butuh ruang kelas baru,” tuturnya.
Belum lagi saat ini telah diungkap Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi mengenai sumber dana pembangunan masjid itu sebagian berasal dari dana pinjaman program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat COVID-19.
Di mana pembayarannya dicicil selama beberapa tahun mendatang.
“Setiap tahun kita Rp500 miliar membayar cicilan yang selesainya 2029 itu. jadi konsekuensi yang harus diterima,” kata Ono.
Dengan beban hutang ini, Ono mengharapkan agar kepemimpinan gubernur terpilih mendatang tidak banyak membangun alun-alun dan bangunan ikonik lainnya.
“Jangan ada lagi pembangunan alun-alun, tugu atau bangunan yang megah tapi tidak berefek kepada permasalahan dasar rakyat tadi. Mau tidak mau karena utang sudah berjalan KDM (Dedi Mulyadi) harus menjalankan itu,” katanya.
Sebelumnya, Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin juga membenarkan pembangunan Masjid Raya Al Jabbar sebagian anggarannya dari PEN saat COVID-19. Di mana saat itu pemerintah provinsi mendapatkan pinjaman total Rp3,4 triliun.
“Rp207 miliar dari PEN, sampai sekarang yang udah dibayarkan baru pokoknya, cicilannya 500 miliar ya selama delapan tahun, kan cicilannya langsung dari pinjaman Rp3,4 triliun,” kata Bey.
Bey mengungkapkan, pinjaman PEN ini memang tidak berbunga, namun pemerintah provinsi tetap harus membahayakan sisa hutang tersebut.
“Pak Dedi mulai sedang mencoba melunasi langsung, kita lunasi langsung ataukah mungkin ada kebijakan dari pemerintah pusat seperti apa. Jadi saya datang ke sini kan sebagai pejabat gubernur dan PEN itu sudah ditetapkan oleh gubernur sebelumnya (Ridwan Kamil),” tandasnya. (*)
Komentar